Bukti kasih sayang Allah kepada kita.... (true story...)

..........................................
Aku, adalah seorang istri ibu dari 3 anak2ku. Dian kelas 3 sd, Diva kelas 2 sd dan si bungsu Denova masih menyusui. Memang nama anak2ku tidak mencerminkan nama islami, lebih kepada nama-nama pemain sinetron yang hampir tiap hari aku tonton. Di rumahku yang kecil dan sumpek ini aku tinggal dengan anak2ku dan neneknya. Suamiku gak usah dikatakan lagi, entah berada dimana. Aku adalah seorang isteri yang tidak jelas statusnya sebagai seorang isteri, suamiku tidak pernah memberikan uang belanja kepadaku sehari-hari bahkan untuk keperluan anaknyapun hampir tidak pernah. Keberadaannya di Jakarta aku ketahui dari temannya yg dulu bekerja bersama dia jadi buruh bangunan. Sekarang suamiku tinggal di Jakarta dan katanya sudah mempunyai istri yang baru. Ya Allah... sayangilah aku, sebutku, lirih. Akhirnya kalau saking kepepetnya aku suka pergi ke Jakarta untuk sekedar meminta uang sekolah anak-anak.

Badanku langsing kalau tidak dibilang kurus, wajahku cukup menarik. Terdesak oleh kebutuhanku sehari2 aku mencari kerja dengan bekal pendidikanku yang pas2an tidak tamat smp. Aku diterima disebuah rumah hiburan, sejenis diskotik dan cafe, di kotaku, sebagai pelayan. Hampir menjelang malam setiap hari aku pergi kerja dan pulang menjelang subuh, persis ketika orang2 baru bangun aku terlalu lelah sehingga langsung tertidur. Untung ada neneknya, ibuku yang mau mengurusi anak2ku.

Meskipun begini keadaanku aku hampir tidak pernah meninggalkan salat, di tempat kerja sekalipun. Sementara dadaku sering terasa sakit, aku masih tetap masuk kerja. Air mataku hampir sudah tidak tersisa lagi di usiaku yang menginjak 23 tahun ini. Awalnya hampir setiap hari aku menangis, menangisi keadaan anak2ku, menangisi keadaan diriku, menangisi keadaan keluargaku.... di setiap habis salat pastilah aku menangis, akumencoba salat malam dan kuadukan diriku kepada-Nya; : " Ya Allah, kalau memang Engkau sayang kepada-ku tolonglah aku.. tolonglah aku dari keadaanku ini, kasihanilah aku, kasihanilah anak2ku.."

Penyakit pun semakin menggerogotiku, tapi aku ingin menyembunyikannya dari anak2ku... bahkan dari diriku sendiri... aku mencoba bersikap tegar, penuh semangat. kukumpulkan sedikit demi sedikit uang hasil kerjaku, setelah dikurangi kebutuhan sehari2 dan pembelian obat bagiku.. untuk digunakan sebagai uang kebutuhan sekolah. Aku tak ingin lagi bolak balik ke Jakarta yang hanya memakan ongkos dan sakit hati setelah pulang. "Ya Allah, kasihanilah aku," doaku sepanjang jalan sambil menyeka air mata.

Tiga hari yang lalu aku pergi ke sekolah anak2ku, bertemu dengan gurunya. "Bu, ini saya ada uang untuk melunasi kekurangan membayar buku LKS tempo hari" kataku, " O, gak apa2 Bu, pakai aja dulu. Ibu sudah ada?" kata Bu Guru, "Ya, sudah Bu saya tidak enak kalau harus hutang serasa ada beban" kataku. "Ya, sudah, saya terima ya Bu" lanjut Bu Guru. Hari itu aku lunasi semua hutang2ku, termasuk kepada mamang tukang sayur dan warung sebelah.

Entah mengapa hari ini, pagi2 sekali aku ingin ke Jakarta, bertemu dengan suamiku. Mungkin karena kemarin ada orang yang nagih hutang dia yang sudah lama atau karena apa gak tahu aku. Dengan si bungsu aku ke Jakarta. Singkat kata aku balik lagi ke rumah sorenya, sekitar habis maghrib. Setelah beres2 diri aku duduk-duduk ngobrol dengan anak2 dan neneknya. Kami bercanda dan bergurau... Rasanya senang sekali aku tak mau henti tertawa-tawa, begitu juga dengan anak2ku dan nenek.

Sekitar pukul sepuluh aku baru pergi tidur dengan perasaan damai,tenang... dan berdoa: " Ya Allah sayangilah aku, Ya Allah kasihanilah aku.. Ya Allah kasih sayangilah kami" sampai aku tertidur....

......................................................................


Tanpa terasa air mataku menetes deras membasahi kertas yang kupegang ini, yang diberikan oleh nenek yang biasa kupanggil Mak esih, aku menangis..menangis... tak tertahankan. Sementara kupandangi badan kaku yang terbujur di depanku. Jasad temanku, saudaraku, yang telah meninggal dunia dengan meninggalkan sepucuk catatan dari sobekan buku anaknya, yang tergeletak disisi tubuhnya yang kaku. Tak diketahui persis kapan Dita meninggal, neneknya hanya mendengar jerit tangis Denova karena pingin nenen, sekitar pukul 3 dini hari. Di dalam kamar sebelah terdengar jerit tangis anak2nya Dian, Diva dan si kecil Denova. Ya Allah, sungguh tak kusangka akan secepat ini engkau dipanggil. Padahal baru sebulan yang lalu kita bertemu, engkau masih sehat. Memang kita jarang ketemu, tapi setiap pertemuan kita sangat menyenangkan, masing2 kita berbagi cerita.

Dita, temanku.. apa yang harus aku lakukan untukmu kawanku, saudaraku..? Aku tahu Allah sangat sayang kepadamu dan sangat mengasihimu, lebih dari kasih sayangmu kepada anak2mu. Allah lebih mencintaimu sehingga engkau dipanggilnya supaya tidak lagi merasakan beban duniamu. Itulah bukti kasih sayang Allah kepadamu, itulah jawaban Allah atas doa2mu, Dita.

Dita, temanku.. apa yang bisa kulakukan untuk keluargamu? apa yang bisa kulakukan untuk anak2mu bertiga...? ini merupakan pe-er bagiku sepanjang siang hingga aku pulang dari penguburanmu... Dita, damailah engkau disana, disisi Robb-mu.

Inna lillahi wainna ilahi roji'un...

Oleh : Siti Jamilah Hamdi

Bogor, 27 april 2010
Tulisan ini kupersembahkan untuk Dian, Diva dan si kecil Denova...., love you <3>

1 komentar

  1. Anonim // 28 April 2010 pukul 19.04  

    kadang kita tak tahu harus bagaimana, jika suatu keadaan yang tiba2 muncul di depan kita... hanya hati yang selalu tertaut kepada Allah-lah yang senantiasa bisa segera mengatasinya.

    sesungguhnya Allah itu dekat, dan Dia mendengar setiap doa2 kita... berdoalah kepada Allah dan Allaj akan mengabulkan. sesungguhnya hanya dengan mengingat Allah-lah maka hati menjadi tenang...

Recent Readers