Puasa termasuk sarana terbesar mendidik jiwa untuk siap berjihad. Bahkan dalam puasa terdapat jihad menundukkan hawa nafsu berupa menyelisihi yang disuka dan keluar dari kebiasaan serta meninggalkan syahwat secara keseluruhan. Sebagaimana juga, puasa mendidik seorang muslim untuk bersabar, tabah, tangguh menjalankan tugas, dan siap berkorban. Semua ini merupakan karakter yang dimiliki mujahid fi sabilillah yang bercita-cita agar kalimat Allah menjadi yang tertinggi sementra kalimat orang-orang kafir menjadi paling rendah dan hina.

Di sana terdapat beberapa sisi dan aspek yang sama dalam akitfitas shaim (orang yang puasa) untuk mencari keridlaan Allah dan mujahid fi sabilillah. Kami mencoba sebutkan beberapa saja:


Pertama, ketaatan kepada Allah adalah puncak niatan seorang shaim dan seorang mujahid.

Seorang muslim berpuasa dalam rangka taat kepada Allah dan melaksanakan perintah-Nya serta bentuk pembenaran terhadap firman Allah Ta'ala,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS. Al-Baqarah: 183)

Maka seorang muslim berharap agar Allah mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu, senantiasa beharap terbebas dari neraka dan mendapat surga. Dan sungguh Allah 'Azza wa Jalla telah menjanjikan semua itu melalui lisan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam,

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

"Siapa yang berpuasa Ramadlan dilandasi iman dan berharap pahala, maka diampuni dosanya yang telah lalu." (Bukhari, Muslim, dan lainnya)

Dalam hadits Qudsi, Allah Ta'ala berfirman,

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ

"Setiap amal anak Adam untuknya kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya. . . " (HR. Bukhari, Muslim, dan lainnya)

Begitu juga seorang mujahid fi sabilillah. Dia menyambut seruan Allah untuk berjihad dengan mencita-citakan kemenangan Islam atau mati syahid. Sementara balasan bagi para syuhada' (orang-orang yang mati syahid) adalah surga. Dia juga terus mendapat rizki di sisi Allah 'Azza wa Jalla sebagaimana yang telah Allah Tabaraka wa Ta'ala firmankan,

وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ

"Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki." (QS. Ali Imran: 179)

Maka cita-cita tertinggi orang yang berpuasa dan mujahid adalah berharap ridla Allah 'Azza wa Jalla dan dimasukkan ke dalam surga.

Kedua, Ikhlas merupakan karakter sorang shaim dan mujahid

Tanda keikhlasan untuk Allah 'Azza wa Jalla sangat nampak pada diri seorang shaim saat dia berpuasa. Tanpa keikhlasan tidak ada gunanya puasa yang dikerjakannya. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,

رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الْجُوعُ وَالْعَطَشُ وَرُبَّ قَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ قِيَامِهِ السَّهَرُ

"Berapa banyak orang yang berpuasa, hanya mendapatkan lapar dan dahaga saja. Dan berapa banyak orang yang mendirikan ibadah di malam hari, tapi hanya mendapatkan begadang saja." (HR. Ahmad)

Begitu juga mujahid fi sabilillah, dia hanya berharap keridlaan Allah 'Azza wa Jalla dalam aktifitas jihadnya, bukan supaya dikatakan sebagai pemberani, pahlawan dan lainnya. Karena itu, orang yang berpuasa dan berjihad wajib memiliki keimanan dan kewara'an tingkat tinggi sehingga tulus ikhlas dalam pelaksanaan puasa dan jihadnya serta tidak adanya kepentingan nafsu, pamer kemampuan, dan berbangga diri saat menjalankan keduanya.

Ada seorang laki-laki bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, "Ya Rasulallah, salah seorang kami ada yang berperang karena keberanian, ada yang berperang karena membela kehormatan, dan ada pula yang berperang karena riya' (ingin dipuji orang), mana di antara mereka yang berada fi sabilillah (di jalan Allah)?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab,

مَنْ قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ

"Barangsiapa yang berperang agar kalimat Allah itu yang paling tinggi, maka dialah yang berperang di jalan Allah." (HR. Bukhari dan Muslim)

Ikhlas menjadi rukun pokok dalam amal seorang shaim dan mujahid. Tanpa ikhlas, maka puasa dan jihad keduanya tidak akan diterima.

Ketiga, Sabar adalah karakter seorang shaim dan mujahid

Puasa menuntut diri agar sabar dalam lapar dan haus serta tidak menuruti syahwat sehingga akan menguatkan diri terhadap kelemahan dan meneguhkannya dari berbagai tekanan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Berpuasalah pada bulan sabar dan tiga hari dalam setiap bulan, maka dia akan menghilangkan kejahatan hati." (HR. Al-Bazzar dan Thabrani)

Kita juga akan mendapati seorang mujahid fi sabillah bersabar dalam waktu cukup lama dalam menghadapi musuh tanpa makanan dan minuman. Maka seolah-olah puasa itu mendidik seorang muslim untuk bersabar dan tangguh menghadapi cobaan sehingga nantinya ketika datang kesempatan jihad dia menjadi orang yang telah sangat siap.

Kita juga akan mendapati seorang mujahid fi sabillah bersabar dalam waktu cukup lama dalam menghadapi musuh tanpa makanan dan minuman.

Maka seolah-olah puasa itu mendidik seorang muslim untuk bersabar dan tangguh menghadapi cobaan sehingga nantinya ketika datang kesempatan jihad dia menjadi orang yang telah sangat siap.

Sabar merupakan senjata orang berpuasa dan mujahid, dengannya nanti akan mendapatkan pahala yang tidak terkira. Allah Ta'ala berfirman,

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ

"Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas." (QS. Al-Zumar: 10)

Keempat, semangat berkorban merupakan karaktristik seorang shaim dan mujahid

Seorang shaim mengorbankan makan dan minumnya serta dorongan nafsunya, bahkan juga hartanya ketika mengeluarkan zakat fitrah dan shadaqah-shadaqah sunnah untuk berharap pahala dari Allah 'Azza wa Jalla. Dalam hal ini banyak hadits yang menyitirnya, di antaranya sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,

الصِّيَامُ وَالْقُرْآنُ يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَقُولُ الصِّيَامُ أَىْ رَبِّ مَنَعْتُهُ الطَّعَامَ وَالشَّهَوَاتِ بِالنَّهَارِ فَشَفِّعْنِى فِيهِ. وَيَقُولُ الْقُرْآنُ مَنَعْتُهُ النَّوْمَ بِاللَّيْلِ فَشَفِّعْنِى فِيهِ. قَالَ فَيُشَفَّعَانِ

“Puasa dan Al-Qur’an itu akan memberikan syafaat kepada seorang hamba pada hari kiamat nanti. Puasa akan berkata,’Wahai Tuhanku, saya telah menahannya dari makan dan nafsu syahwat, karenanya perkenankan aku untuk memberikan syafaat kepadanya’. Dan Al-Qur’an pula berkata,’Saya telah melarangnya dari tidur pada malam hari, karenanya perkenankan aku untuk memberi syafaat kepadanya.’ Beliau bersabda, ‘Maka syafaat keduanya diperkenankan'.” (HR. Ahmad, Hakim, Thabrani, periwayatnya shahih sebagaimana dikatakan oleh Al Haytsami dalam Mujma’ul Zawaid)

Saat berpuasa, ada pengorbanan dengan hal-hal yang disuka oleh jiwa dalam rangka taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah 'Azza wa Jalla. Begitu juga mujahid, dia mengorbankan jiwa dan hartanya untuk Allah 'Azza wa Jalla untuk membenarkan firman Allah 'Azza wa Jalla,

إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ

"Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka." (QS. Al-Taubah: 111)

Sebagaimana yang telah disebutkan, mujahid juga mengorbankan makanan, minuman, harta, anak-anak untuk berjihad di jalan Allah. Karenanya Rasulullah memperingatkan kita melalui sabdanya,

مَنْ لَمْ يَغْزُ أَوْ يُجَهِّزْ غَازِيًا أَوْ يَخْلُفْ غَازِيًا فِي أَهْلِهِ بِخَيْرٍ أَصَابَهُ اللَّهُ بِقَارِعَةٍ قَبْلَ يَوْمِ الْقِيَامَةِ

"Siapa yang tidak berperang, atau tidak mempersiapkan keperluan orang yang berperang, atau tidak pula mengurusi keluarga orang yang berperang dengan baik, maka Allah akan menimpakan bencana sebelum hari kiamat." (HR. Abu Dawud dan Syaikh Al-Albani menghassankannya dalam Shahih wa Dhaif Sunan Abi Dawud, no. 2503)

Siapa yang tidak sanggup mengalahkan hawa nafsunya, maka dia tidak akan bisa mengalahkan musuhnya.

Beliau juga bersabda yang lain,

جَاهِدُوا الْمُشْرِكِينَ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَأَلْسِنَتِكُمْ

“Berjihadlah terhadap orang-orang musyrik dengan harta, jiwa, dan lisan kalian.” (HR. Ahmad, al-Nasai, Ibnu Hibban, dan al-Hakim. Dishahihan Al-albani dalam Misyah al-Mashabih no. 3821)

Siapa yang tidak sanggup mengalahkan hawa nafsunya, maka dia tidak akan bisa mengalahkan musuhnya. Mengorbankan jiwa, harta, makanan, minuman, dan syahwat termasuk sifat pokok (karakter) yang dimiliki oleh shaim dan mujahid fi sabilillah yang merupakan asas kemenangan atas hawa nafsu dan musuh-musuh Islam.
wallahu a'alam
salam_sitijamilahamdi
ole: Badril Tamam

0 komentar

Recent Readers